Setiap doa akan didengar, tiap doa akan dikabulkan, bersyukurlah

Bersabar bukanlah sifat melainkan keputusan karena aku hanyalah seorang hamba...

Minggu, 19 Februari 2012

Batas Lelah


Dibatas lelah, kuhentikan langkah hidup ini. Mungkin harusnya aku mengerti semua adanya. Bila kubayangkan warna hidupku. Kulukis dunia hitam dan putih yang hanya berselang tawa... tangis...
 Ada saat kutenggelam dilumpur - lumpur. 
Kupastikan, kuhempaskan diriku dijalanan lurus! Semua itu harus tertelan pahit dan manis.
 Aku memang manusia yang takkan mungkin harus selalu putih. 
Akupun tak ingin terlukis hitam lagi.
Biarlah hidup berjalan lagi apa adanya hitam...putih...pahit.... manis...tawa.... tangis....

Senin, 13 Februari 2012

Kedamaian Hati Dalam Iman


Sejarah telah mengukir sebuah kisah mulia, dari pribadi yang dirindukan oleh surga, Rasulullah Sallallahu alaihi wassalam, yang dari beliau kita bisa mendapatkan banyak pelajaran dari sebaik- baiknya panutan. Tak terkecuali tentang keanggunan dan kedamaian beliau dalam menghadapi fitnah, kebencian, permusuhan, dan hal- hal negatif lain yang digariskan Allah untuk menjadi cobaan dalam hidupNya. 
Dan kemuliaan itu terwujud dalam indahnya akhlak  beliau yang seakan menjadi mutiara dalam hati orang beriman. Mutiara tentang ketinggian budi, yang membedakannya dengan sebuah batu. Mutiara yang bisa tetap muncul dan bersinar, walaupun dia dipaksa untuk ditenggelamkan dalam lumpur. Dan jadilah Nama beliau terabadikan hingga akhir jaman, sebagai seorang pribadi yang identik dengan mulia, sesosok manusia yang disegani lawan dan di hormati kawan, dan bahkan sangat dirindukan surga. 
Semua adalah karena kesholehan beliau, serta akses kuat hatiNya yang selalu bergantung penuh kepada yang Maha Hidup, Dan yang maha melihat, Allah Subhanahu Wataala. Tiada sama sekali kekhawatiran akan predikat gila, tukang sihir, dan atau pendusta, yang telah disematkan kepada beliau dari orang- orang kafir. Yang beliau Lakukan hanyalah percaya, bahwa jika cobaan itu hadir, maka semua adalah bagian dari rencana Allah, seperti yang telah Allah firmankan dalam Alquran yang mulia, 
"Katakanlah (Muhammad), tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakal orang-orang yang beriman." (Surah At Taubah: 51). 
Akhirnya, semuapun kemudian terasa begitu tenang, dan mengalir seperti dalamnya aliran sungai, yang sama sekali tidak terlihat beriak. 
Maka sunggguh, seluruh rentetan polusi fitnah yang mampir di telinga, akan dengan mudah pergi, sebelum mereka meninggalkan bekas jejak mereka di hati orang- orang yang selalu Mengingat kebesaran dan Maha sempurnanya Allah Subhanahu Wataala. Karena ketika mereka berbuat salah dan menyakiti sesama, sebelum orang lain menghujat dan menjelaskan tentang kesalahannya, maka hati nuraninya sendiri yang akan mengingatkan dan menghukumnya. Maka dari itu, dengan mudahnya pula, meluncur kata maaf seraya tekad kuat untuk memperbaiki kesalahannya. Namun ketika mereka tidak mendholimi seseorang, betapapun niat jahat orang lain terasa sangat memojokkan dan mengkambing hitamkannya, maka dengan tenang dan penuh tawakkal dia akan melewati ujian itu, bahkan seraya mendoakan tetap tentang yang terbaik bagi orang yang telah menjahatinya. 
Dan semua hanyalah masalah waktu. Waktu  akan menguji keseriusan seseorang tentang seberapa benar yang telah dikatakannya benar. Dan waktu pula yang akan menjawab, tentang kamuflase kebenaran yang memang pada awalnya ditunjukkan sebagai benar, apakah tetap benar, dan atau berakhir dengan sebaliknya. Akhirnya, waktu pula yang akan memberi kesimpulan akhir tentang suatu pendapat kita
Lalu, mengapa kita masih harus bersedih dengan sebuah fitnah atau perkiraan manusia yang hanya berdasar pada referensi pikiran dan indra mereka yang sangat terbatas. Dan sudahkah kita mendahulukan ridho Allah dan pendapatNya, atas sesuatu yang kita perbuat atau kita ucapkan? Maka sudah saatnya jujur pada nurani kita sendiri.  
 (Syahidah)
Hidup tak selalunya menawarkan kemulusan jalan takdir yang membuat kita selalu merasa bahagia dan bahagia. Ada kalanya Allah mencobakan pada diri kita, untuk bertemu dengan episode fitnah, kebencian dan efek samping dari rasa iri pada diri orang lain yang tak menyukai kita. Hal itu kadang mau tak mau memaksa diri untuk harus melaluinya, walau dengan bagaimana rasanya hati dan keadaan logika. Dan bagaimanakah sikap terbaik bagi kita saat harus harus menjadi pelakon dari semua itu?  
Sejarah telah mengukir sebuah kisah mulia, dari pribadi yang dirindukan oleh surga, Rasulullah Sallallahu alaihi wassalam, yang dari beliau kita bisa mendapatkan banyak pelajaran dari sebaik- baiknya panutan. Tak terkecuali tentang keanggunan dan kedamaian beliau dalam menghadapi fitnah, kebencian, permusuhan, dan hal- hal negatif lain yang digariskan Allah untuk menjadi cobaan dalam hidupNya. 
Dan kemuliaan itu terwujud dalam indahnya akhlak  beliau yang seakan menjadi mutiara dalam hati orang beriman. Mutiara tentang ketinggian budi, yang membedakannya dengan sebuah batu. Mutiara yang bisa tetap muncul dan bersinar, walaupun dia dipaksa untuk ditenggelamkan dalam lumpur. Dan jadilah nama beliau terabadikan hingga akhir jaman, sebagai seorang pribadi yang identik dengan mulia, sesosok manusia yang disegani lawan dan di hormati kawan, dan bahkan sangat dirindukan surga. 
Semua adalah karena kesholehan beliau, serta akses kuat hatiNya yang selalu bergantung penuh kepada yang Maha Hidup, Dan yang maha melihat, Allah Subhanahu Wataala. Tiada sama sekali kekhawatiran akan predikat penyair gila, tukang sihir, dan atau pendusta, yang telah disematkan kepada beliau dari orang- orang kafir. Yang beliau Lakukan hanyalah percaya, bahwa jika cobaan itu hadir, maka semua adalah bagian dari rencana Allah, seperti yang telah Allah firmankan dalam Al Quran yang mulia, 
"Katakanlah (Muhammad), tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakal orang-orang yang beriman." (QS. At Taubah: 51). 
Dan begitulah, ketika hati telah berserah kepada sang Allah, maka akhirnya semuapun kemudian terasa begitu tenang, dan mengalir seperti dalamnya aliran sungai, yang sama sekali tidak terlihat beriak. 
Maka sunggguh, seluruh rentetan polusi fitnah yang mampir di telinga, akan dengan mudah pergi, sebelum mereka meninggalkan bekas jejak mereka di hati orang- orang yang selalu Mengingat kebesaran dan Maha sempurnanya Allah Subhanahu Wataala. Dan ketika mereka berbuat salah dan menyakiti sesama, sebelum orang lain menghujat dan menjelaskan tentang kesalahannya, maka hati nuraninya sendiri yang akan mengingatkan dan menghukumnya. Maka dari itu, dengan mudahnya pula, meluncur kata maaf seraya tekad kuat untuk memperbaiki kesalahannya. Namun ketika mereka tidak mendholimi seseorang, betapapun niat jahat orang lain terasa sangat memojokkan dan mengkambing hitamkannya, maka dengan tenang dan penuh tawakkal dia akan melewati ujian itu, bahkan seraya mendoakan tetap tentang yang terbaik bagi orang yang telah menjahatinya. 
Dan semua hanyalah masalah waktu. Waktu  yang akan menguji keseriusan seseorang tentang seberapa benar yang telah dikatakannya benar. Dan waktu pula yang akan menjawab, tentang kamuflase kebenaran yang memang pada awalnya ditunjukkan sebagai benar, apakah tetap benar, dan atau berakhir dengan sebaliknya. Akhirnya, waktu pula yang akan memberi kesimpulan akhir tentang suatu pendapat kita
Lalu, mengapa kita masih harus bersedih dengan sebuah fitnah atau perkiraan manusia yang hanya berdasar pada referensi pikiran dan indra mereka yang sangat terbatas. Dan sudahkah kita mendahulukan ridho Allah dan pendapatNya, atas sesuatu yang kita perbuat atau kita ucapkan? Maka sudah saatnya jujur pada nurani kita sendiri.  
 (Syahidah/ voa-islam.com)

Penebusan dosa

Siapakah hidupnya yang lebih sengsara dari pada orang yang di maki-maki oleh hati nuraninya sendiri. Segala kenikmatan dan kemuliaan hidup duniawi terasa hanya sebagai fatamorgana yang nantinya tiada berbekas di hatinya. Itu semua karena hatinya telah pasti merasa diburu dan lelah karena terus menerus diajak untuk berdosa.  Lama kelamaan, sang hati akan mengeras sehingga tidak bisa melihat lagi sebuah rasa yaitu bahagia. Karena sebenarnya kebahagiaan orang yang dikejar dosa adalah tentang hilangnya pengejaran dan pemakian atas dirinya sendiri itu.
Kekerasan batinnya itu akan bertambah jika tingkah polahnya dalam mengukir sandiwara dan cerita yang diliputi kebohongan disana-sini, semakin menjadi. Apalagi kalau tujuannya pembenaran di hadapan manusia. Perhatikan pula bahwa dia akan semakin jauh dari kedamaian saat semakin sering dia membolak-balikkan fakta dan cerita demi yang bernama menghindari penghakiman massa dan kritikan sesama. Padahal jika saja dia sadar, justru seharusnya semua itu bisa menjadikan dia lebih dari baik, dari pada keadaannya sekarang ini.
Bahkan betapapun dia melarikan diri dan atau hidup terasing dihutan sendiri, namun tetap akan dirasa bahwa tiada jalan keluar bagi semua kekacauan hatinya. Dan memang begitulah memang nasib para manusia yang dikejar dosa. Kesempitan hatinya akan terasa semakin sempit sebelum dia menyerah, mengakui dosa diri dan atau meminta maaf atas siapapun yang telah dia sakiti. Keluasan hatinya tak akan ada muncul sebelum dia rela bersujud kepada Allah, dan mematahkan kesombongannya atas anggapan tetap benarnya semua yang telah dia lakukan.
Bahkan betapapun dia mengelak dan mencoba melarikan diri, namun dunia ini tak akan cukup menampung penderitaan orang yang dikejar dosanya sendiri. Betapapun dia mencoba untuk merubah keadaan dengan seribu karangan rangkaian kata-kata untuk memantapkan diri agar tetap bisa berdiri dengan tegak, tapi makian hati nuraninya sendiri yang protes dan tidak setuju dengannya, lambat laun akan menumbangkan pertahanannya sendiri.
Benar- benar, ini adalah tentang dirinya sendiri, sama sekali tidak ada kaitannya dengan orang lain. Maka sudah selayaknya orang yang dikejar dosa, bersibuk diri untuk memperbaiki dirinya yang telah kacau dan menenangkan dirinya untuk tidak bersandiwara, agar semua tidak akan menjadi semakin kacau. Dan semua itu, hanya bisa mudah untuk dilakukan, jika semua diniatkan hanya untuk Allah, sebagai sebuah permohonan tobat dan penyesalan yang dalam, dari diri yang berdosa.
(Syahidah/voa-islam.com)

Senin, 16 Januari 2012

Jadi, Masihkah Kita tidak Mau Bersabar?

Aku bukan orang sabar.Ketika jiwa letih dengan berbagai hal yang semakin menyibukkan kita, maka berilah jeda kepada diri untuk sejenak mengkaji berbagai kesulitan yang semakin menumpuk dan memberatkan itu. Mungkin disana ada sisi kurang sabar kita dalam menghadapi sesuatu yang justru semakin merunyamkan suasana. Mungkin disana ada kelemahan jiwa kita yang menyeruak dan mengakibatkan kita bertekuk lutut dalam hasil karya diri yang justru merendahkan.  
sabar, pelajaran jiwa yang mungkin mudah di ucapkan namun sangat sulit sekali untuk di realisasikan. Namun disanalah justru letak salah satu keabadian. Cerita kebaikan yang akan abadi saat pelakunya sudah tiada, efek kebaikan yang abadi saat pelakunya masih bernafas ataupun telah berkalang tanah. Karena siapa yang dapat membunuh mati kemuliaan jiwa orang- orang yang sabar? Malah yang ada adalah, jiwa liar kita semakin lelah, dan semakin bingung disaat harus ber benturan dengan manusia yang serba sabar. selanjutnya, rasa malu dan kerendahan diri akan menjadi efek samping yang akan pasti menjadi hak milik kita. Hak milik kita, dan bukan dia. 
Bersabar adalah bukan tentang bangga mengakui bahwa kita bisa bersabar. Namun bersabar adalah tentang melatih jiwa yang angkuh mengakui kelebihan diri untuk bisa bersabar, dan legowo mengakui bahwa kesabaran dalam diri kita adalah hanya karena rahmat Allah. 
Bersabar adalah alternatif termudah dari sebuah jalan keluar bagi manusia yang tidak mampu menemukan jalan keluar. dan sabar adalah justru satu- satunya pertahanan yang paling kuat, ketika seseorang tidak mampu lagi mengatasi masalahnya. 
Bersabar adalah saham yang anda tanam di masa depan, atas sebuah nilai kemuliaan dan ketinggian derajat diri anda pribadi.
Bersabar adalah bukan tentang mengerti orang lain, namun adalah tentang memuliakan jiwa kita sendiri yang sungguh sedang liar demi mengangkat derajat kita sendiri di hadapan Allah. 
Bersabar adalah bukan hanya tentang menahan amarah, namun di dalamnya terkandung maksud untuk membengkokkan kerasnya gengsi, dan menyadari bahwa diri hanyalah seorang hamba yang harus belajar minta maaf, dan mengajarkan hati dalam luasnya memaafkan. 
Maka berbahagialah ketika masih ada dari batin kita yang berteriak protes dan mengatakan bahwa kita belumlah menjadi orang yang sabar. Hal itu berarti bahwa jiwa kebaikan masih hidup dalam diri kita. Dan mungkin sebenarnya kehendak kita sendirilah, suara kebaikan itu mati. Entah karena ketidakmauan kita menindak lanjuti "pemberitahuan" mereka, atau ketidaktahuan kita atas ilmu untuk menyikapi suara " pengumuman" tersebut. Dan maka benarlah bahwa Allah adalah maha membolak- balikkan hati, maka tidak ada yang patut untuk bermohon tentang supaya meneguhkan hati untuk mudah berkarib dengan kebaikan, kecuali hanya kepada Allah. 
Berbahagialah ketika masih sempat kita bermohon kepadanya, karena kita menyadari akan kesempatan kita yang masih ada untuk memohon. Bayangkan jika kehendak itu baru muncul setelah nafas sudah hampir lepas dari tenggorokan. Apa jadinya pula ketika permohonan itu baru melekat di mulut kita tapi setelah kita berada di alam kubur dan bertemu dengan  para malaikat? Maka jangan banyak salahkan diri anda terus menerus karena  sabar, yang pertama yang harus diterapkan justru adalah kepada diri sendiri. rasa sesal dan terpuruk tanpa ada kelanjutan untuk bangkit, hanya akan membawa kita semakin terpuruk. Namun juga jangan kasihani diri dengan terlalu, karena hal itu juga akan menjadi poin tambahan yang melembekkan jiwa dan mengikis semangat.
Bersabar adalah sama sekali bukan tentang sifat, tapi adalah tentang sebuah keputusan. Maka buatlah keputuskan anda!.
Pandai bersabar adalah juga bukan bakat, tapi logika sehat yang sangat mengerti tentang akibat.  karena sudah berapa banyak kasus ceroboh yang mempersulit diri, dan apakah harus kita lakukan lagi dan lagi karena kita kurang bersabar?
Sabar adalah hak milik pribadi yang beriman, salah satunya adalah tentang keyakinannya akan janji Allah yaitu, “Bersama setiap kesulitan, datang kemudahan”. Hal inilah yang membentuk jiwa ramah mereka untuk melihat kehidupan ini yang seharusnya akan pasti mudah, karena tidak akan ada niatan Allah untuk menyulitkan Kita.
Ketika jiwa letih dengan berbagai hal yang semakin menyibukkan kita, maka berilah jeda kepada diri untuk sejenak mengkaji berbagai kesulitan yang semakin memberatkan itu. Mungkin disana ada sisi kurang sabar kita dalam menghadapi sesuatu yang akhirnya semakin merunyamkan suasana. Atau mungkin disana ada kelemahan jiwa kita yang menyeruak dan mengakibatkan kita bertekuk lutut dalam hasil karya diri yang justru merendahkan.  
Sabar, pelajaran jiwa yang mungkin mudah diucapkan namun sangat sulit sekali untuk di realisasikan. Namun disanalah justru letak salah satu keabadian. Cerita kebaikan yang akan abadi saat pelakunya sudah tiada, efek kebaikan yang abadi saat pelakunya masih bernafas ataupun telah berkalang tanah, dan lain sebagainya. Karena, siapakah yang dapat membunuh mati, kemuliaan jiwa orang-orang yang sabar? Malah yang ada adalah, jiwa liar kita semakin lelah, dan semakin bingung disaat harus berbenturan dengan manusia yang serba sabar. Selanjutnya, rasa malu dan kerendahan diri akan menjadi efek samping yang akan pasti menjadi hak milik kita. Menempel sebagai citra kita, dan bukan dia. 
Bersabar adalah bukan tentang bangga mengakui bahwa kita bisa bersabar. Namun bersabar adalah tentang melatih jiwa yang angkuh mengakui kelebihan diri untuk bisa bersabar, dan legowo mengakui bahwa kesabaran dalam diri kita adalah hanya karena rahmat Allah. 
Bersabar adalah alternatif termudah dari sebuah jalan keluar bagi manusia yang tidak mampu menemukan jalan keluar. Dan sabar adalah justru satu-satunya pertahanan yang paling kuat, ketika seseorang tidak mampu lagi mengatasi masalahnya. 
Bersabar adalah saham yang anda tanam di masa depan, atas sebuah nilai kemuliaan dan ketinggian derajat diri anda pribadi.
Bersabar adalah bukan tentang mengerti orang lain, namun adalah tentang memuliakan jiwa kita sendiri yang sungguh sedang liar demi mengangkat derajat kita sendiri di hadapan Allah. 
Bersabar adalah bukan hanya tentang menahan amarah, namun di dalamnya terkandung maksud untuk membengkokkan kerasnya gengsi, dan menyadari bahwa diri hanyalah seorang hamba yang harus belajar minta maaf, dan mengajarkan hati dalam luasnya memaafkan. 
Maka berbahagialah ketika masih ada dari batin kita yang berteriak protes dan mengatakan bahwa kita belumlah menjadi orang yang sabar. Hal itu berarti bahwa jiwa kebaikan masih hidup dalam diri kita. Dan mungkin sebenarnya kehendak kita sendirilah, suara kebaikan itu mati. Entah karena ketidakmauan kita menindak lanjuti "pemberitahuan" mereka, atau ketidaktahuan kita atas ilmu untuk menyikapi suara " pengumuman" tersebut. Dan maka benarlah bahwa Allah adalah maha membolak- balikkan hati, maka tidak ada yang patut untuk bermohon tentang supaya meneguhkan hati untuk mudah berkarib dengan kebaikan, kecuali hanya kepada Allah. 
Berbahagialah ketika masih sempat kita bermohon kepadanya, karena kita menyadari akan kesempatan kita yang masih ada untuk memohon. Bayangkan jika kehendak itu baru muncul setelah nafas sudah hampir lepas dari tenggorokan. Apa jadinya pula ketika permohonan itu baru melekat di mulut kita tapi setelah kita berada di alam kubur dan bertemu dengan  para malaikat? Maka jangan banyak salahkan diri anda terus menerus karena  sabar, yang pertama yang harus diterapkan justru adalah kepada diri sendiri. rasa sesal dan terpuruk tanpa ada kelanjutan untuk bangkit, hanya akan membawa kita semakin terpuruk. Namun juga jangan kasihani diri dengan terlalu, karena hal itu juga akan menjadi poin tambahan yang melembekkan jiwa dan mengikis semangat.
Bersabar adalah sama sekali bukan tentang sifat, tapi adalah tentang sebuah keputusan. Maka buatlah keputusan, pandai bersabar adalah juga bukan bakat, tapi perenungan seorang pemilik logika sehat yang sangat mengerti tentang akibat. 
Karena sudah berapa banyak kasus ceroboh yang mempersulit diri, dan apakah harus kita lakukan lagi dan lagi karena kita kurang bersabar?
Sabar adalah hak milik pribadi yang beriman, salah satunya adalah tentang keyakinannya akan janji Allah yaitu, “Bersama setiap kesulitan, datang kemudahan”. Hal inilah yang kemudian membentuk jiwa ramah dalam diri kita untuk melihat kehidupan ini yang seharusnya akan pasti mudah, karena tidak akan ada niatan dari Allah untuk menyulitkan Kita. Dan sebagai hasil akhir, kedamaian pun akan selalu meliputi jiwa.
Jadi, masihkah kita tidak mau bersabar?  
(Syahidah/voa-islam.com)

Tentang Kita

Terkadang, begitu mudah seseorang menuntut hak mereka, namun sangat sedikit sekali, yang tahu tentang detail kewajiban yang harus dilakukan. Terkadang juga, begitu gampang bagi kita menyalahkan orang lain atas sebuah alfa yang mereka lakukan, atau justru malah yang telah kita lakukan. Pun begitu pula jika kesalahan hidup terpampang jelas dalam deretan kata- kata yang di utarakan untuk kita atas nama kritik. Seribu satu pemikiran kita kemukakan, berharap dengan itu kita tak jadi lagi seorang pesakitan yang begitu dipojokkan atas sebuah dosa yang bernama salah.
Kita pikir siapa kita ini? kita hanyalah manusia yang sepintar-pintarnya kita, kelemahan itu akan tetap ada. Kita hanyalah manusia yang sejeli- jelinya kita dalam mengatur sesuatu, celah keteledoran pastilah tetap ada. Dan begitulah memang dunia, tiada yang akan pernah sempurna. Dan jika bukan karena karunia Allah, manusia tidak akan menjadi tahu, walaupun banyak dari mereka yang mengaku dan merasa paling tahu. Manusia adalah serba tidak mampu, walaupun banyak dari mereka yang mengaku dan merasa paling mampu.  
Dan seorang perwira adalah memang bukan orang yang lemah, dan atau melemahkan diri. Tapi seorang perwira, adalah yang bisa dengan jantan mengakui kelemahan dan kesalahan saat ternyata dia salah. Seorang perwira adalah yang dengan mudah meminta maaf, namun tak menyepelekan kemudahan sebuah permintaan maaf itu.
Dan bahkan sebuah maaf bukanlah perendahan atas diri kita, melainkan pemuliaan yang tiada batas. Pemuliaan adalah berarti kedamaian. Didalam kehidupan keluarga, jika sepasang suami istripun dengan mudah legowo atas kekurangan dan kelebihan masing- masing, serta mengetahui dan menyadari tentang kewajiban mereka dan bukan semata- mata tentang hak mereka saja, maka insyaallah mereka akan banyak belajar tentang kemuliaan maaf, bersyukur dan berterima kasih.
Namun sebaliknya jika keduanya hanya sibuk menunjuk hidung tentang siapa yang salah, dan menghitung serta menuntut hak yang mungkin memang menjadi hak mereka, bisa saja hal ini malah akan memicu keributan dan perselisihan.
Maka, jika anda memang ingin menjadi pribadi yang baik,ikhlaskanlah diri untuk hidup dalam kebaikan, berbicara dengan kata yang baik, berlaku dengan sikap yang baik, berdoa dengan permohonan yang baik, untuk diri dan sesama kita. Karena tidak akan ada kebaikan yang dilakukan, kecuali kebaikan itu akan kembali melayani si pelakonnya sendiri. Dan tidak akan ada kejahatan, kecuali keburukan akan memburukkan hidup pelakunya kembali.
Tidak masalah jika semua orang disekeliling kita itu jahat. Yang menjadi masalah adalah ketika diri kita memutuskan untuk melebur seperti mereka dan bersama kejahatan mereka. Ketika kita terpaksa tampil dalam lingkungan yang sebenarnya tidak membaikkan kita, atau ketika harus bersama dengan pasangan hidup yang tidak mendamaikan kita, maka sungguh, pemecahannya adalah bukan pada diri mereka. Namun yang harus pertama dilakukan adalah tentang diri kita sendiri. Bagaimana nantinya kita tetap bertahan dan kuat, serta istiqomah dalam kebaikan, atau malah justru bertambah membaikkan mereka yang telah terbiasa tidak membaikkan diri.
Dan akhirnya, bagai sebuah aliran air, kebaikanpun memiliki muaranya. Dan muara itu adalah kedamaian pada hati orang - orang yang memilihnya. Dan itulah bukti bahwa Allah akan senantiasa menjadi pelindung bagi jiwa- jiwa yang baik.  
(Syahidah/voa-islam.com)

Minggu, 15 Januari 2012

Ibu ... anakmu seorang mujahid

Bissmillah..pesan berikut ini didedikasikan untuk semua ibu para mujahid, yang disampaikan oleh Abu Ibraheem, berasal dari Jerman,  seorang mujahid Taliban di Waziristan, Uzbekistan, melalui sebuah video yang dirilis oleh Jundullah Media baru-baru ini yang berhasil diterjemahkan oleh Arrahmah.com, semoga pesan-pesan berikut ini dapat membuka hati dan semangat para ibu dan para orangtua umumnya, terkhusus ibunda yang putra putrinya pergi hijrah dan jihad fisabilillah.***
Sebuah pesan dari tanah yang diberkahi, Tanah para syuhada..Aku dedikasikan kata-kata ini ketika aku sedang Ribath, menghadapi musuh, di jalan Allah aku berjihad, untuk meninggikan kalimat-Nya. Ibu…anakmu seorang mujahid. “Ibu..tetaplah tabah”
Bissmillahirrahmanirrahim, Alhamdulillahi Robbil’alamin wa sholatu wa salam ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa sohbihi ajma’in, amma ba’du.Untuk ibuku…Untuk ibuku yang terhormat dan untuk semua ibu yang putra-putrinya hijrah fisabilillah Kata-kata berikut ini adalah dari lubuk hatiku yang dalam, untuk ibu dan semua ibu. Maka bukalah hatimu untuk kata-kata yang datangnya dari hati.
Wahai ibu..setiap kali engkau mendengar telepon berdering, engkau segera menuju telepon sementara hatimu berdebar-debar, engkau segera menuju telepon itu dengan harapan untuk mendengar suara anakmu.
Wahai ibu..aku jauh, jauh dari dirimu untuk waktu yang lama, dahulu mungkin kau tak pernah merasakan ini, ketika aku absen dari rumah hanya satu atau dua hari. Tapi sekarang? Aku berpisah darimu sejak bertahun-tahun.
Ibu, Ketika aku memikirkanmu, kerinduan menyelimuti hatiku, aku mengingat kasih sayangmu, kesabaranmu, tentang cintamu kepadaku, hal-hal itu darimu yang membuatku mengetahui, membuatku merasakan bahwa engkaupun disana memikirkanku, “anakku..wahai dimana anakku?”, mungkin engkau menangis dalam kesedihan, mengangis dalam ketidakpastian, naluri keibuanmu menyebabkan kau menangis,”anakku..dimana ia? Di gunung manakah ia?, di gua manakah ia melalui malam?, pohon apakah yang menaunginya?, apakah sahabat-sahabatnya jujur kepadanya?” (mungkin engkau berpikir seperti itu)
Semua pertanyaan-pertanyaan tersebut menyita perhatianmu, dimana matamu yang indah dipenuhi air mata. Aku rindu dekapanmu, aku rindu kehangatanmu, Ibu..aku merindukanmu..
Seorang anak merindukan ibunya, adalah fitrah dari Allah. Aku merindukan kelembutan tanganmu, yang lelah karena merawatku, engkau merasa lelah sehingga semua urusanku menjadi baik-baik saja, engkau tidak tidur sehingga aku tidur, engkau tidak makan sehingga aku makan, engkau menghilangkan rasa hausku, engkau menghapus air mataku, engkau adalah penyemangat dalam langkah pertamaku, engkau mengajariku untuk makan dengan tangan kanan, dan engkau memberitahuku “katakanlah bissmillah sebelum engkau makan, dan Alhamdulillah setelah engkau selesai”. Ibu..aku merindukanmu..Ibu..apakah engkau berpikir aku tidak mencintaimu?
Engkau berpikir aku tidak ingin melihatmu? Aku akan memberikan apapun untuk memelukmu, bagaimana mungkin aku melupakan ibu seperti dirimu?saat aku bicara, aku memiliki bayanganmu dalam benakku. Dalam pandanganku, engkau adalah perempuan tercantik, engkau memiliki senyum terindah, menyejukkan mata, matahari dalam hatiku, Ibu.. aku tidak melupakan apapun tentangmu! Aku tidak melupakan apapun! Aku tinggal di dalam perutmu selama sembilan bulan, saat lahir, aku tidak melupakan apapun! Dan tidak peduli dimanapun aku berada, aku berdo’a untukmu.
“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Al Qur’an 17:24)
Ibu..kata-kataku tidak dapat menggambarkan sebesar apa cintaku kepadamu. Pastinya, engkau bertanya terhadap dirimu sendiri, mengapa aku meninggalkanmu, ayah, teman-temanku, dan orang-orang di sekitarku. Ibuku sayang..anakmu meninggalkanmu, dan engkau bertanya terhadap dirimu sendiri “mengapa”. Ibu..alasan mengapa aku meninggalkanmu, dengarlah ibuku sayang..karena anak-anak kecil yang polos tak berdosa, yang engkau lihat di televisi, sangat muda dan tak berdosa. Mereka di bom oleh orang-orang pembawa kerusakan. Orang-orang perusak yang hati mereka sepenuhnya kosong dari rasa kasih, mereka tidak membeda-bedakan (dalam menyerang), mereka membom seluruh kota dan desa, anak-anak, para wanita, dan para orangtua. Ibu..rumah-rumah sakit penuh sesak dengan jasad-jasad tak dikenali (hancur) karena senjata kimia mematikan, dan jumlah kematian meningkat dari hari ke hari. Ibu, bagaimana aku bisa tinggal diam melihat semua itu?
Ketika aku melihat tragedi di Palestina? Lebih dari 60 tahun dan situasi disana semakin memburuk dan memburuk. Ibu, ketika air matamu jatuh di pipimu, darah-darah dari para ibu mengalir di Jalur Gaza, pemandangan yang membuat hati-hati terenyuh. Ibu, bagaimana aku bisa tinggal diam? Saudara-saudari kita dalam keadaan membutuhkan pertolongan.
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!”. (Al Qur’an 4:75)
Ibu..bagaimana aku bisa tinggal diam setelah membaca surat dari ukhti Fatimah?, Fatimah dari Irak dan suratnya dari penjara Abu Ghuraib. Ia menulis dalam suratnya bahwa dalam satu hari, ia diperkosa oleh sembilan tentara salibis Amerika selama sembilan kali dalam sehari!
Ia menulis bahwa banyak muslimah yang menjadi hamil karena diperkosa, mereka harus menanggung anak hasil para binatang biadab!. Ibu, seorang muslimah, seorang yang suci, wanita dari ummat Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam diperkosa dan dihinakan dan dijebloskan ke dalam sel. Seluruh dunia tahu bahwa pemandangan Abu Ghuraib dan apa yang pernah kita saksikan adalah penjara yang terkenal dengan kekejamannya. Ibu, bagaimana aku bisa tinggal diam? Ketika beribu-ribu saudara-saudariku di tahan di penjara-penjara musuh-musuh Allah, mereka dipukuli, dicambuk, dan disiksa!
Ibu..Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (Al Qur’an 49:10) Tidak ada perbedaan diantara mereka, saudara-saudaraku yang sebenarnya, dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “tidaklah beriman diantara kalian hingga kalian mencintai untuk saudara kalian apa yang kalian cintai untuk diri kalian sendiri”.
Ibu..hal pertama yang kau inginkan dan kau cintai untuk dirimu adalah untuk hidup dengan bebas. Apa tindakan kriminal mereka? Apa dosa-dosa mereka? Semua penyiksaan dilakukan hanya karena mereka beriman kepada yang Maha Perkasa, “Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (Al Qur;an 85:8) Melainkan karena mereka mengatakan, “Tuhanku adalah Allah”, “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: “Tuhanku ialah Allah” (Al Qur’an 40:28)
Mereka dibelenggu di sel-sel tahanan yang gelap, mereka berteriak meminta pertolongan, tetapi ummat ini sibuk, ummat sibuk dengan urusan duniawi, atau bahkan sibuk dengan ibadah, ummat pergi dan melupakan saudara-saudari mereka. Ibu..bayangkan, jika aku dalam tahanan sementara anak-anak dari ummat ini duduk-duduk di rumah dan tidur dalam belaian ibu mereka di tempat tidur yang nyaman. Ibu.. bagaimana aku bisa tinggal diam dalam situasi semacam itu?
Para musyrikin menginjakkan kaki mereka di tanah-tanah berkah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Mereka mengisi tank-tank mereka dan pesawat-pesawat tempur untuk membom saudara-saudari kita di Irak, sementara disana (penguasa Arab-red), beberapa mil dimana orang-orang mencium batu Hajar al aswad (Makkah, Saudi Arabia), kau akan berpikir, “Ya Allah!”
Ibu..bagaimana aku bisa tinggal diam? 50 negara menginvasi Afghanistan, haruskah aku tinggal bersama mereka (para penjajah)? Atau bahkan membayar pajak kepada mereka yang membunuh kaum muslimin?, ibu..bagaimana aku bisa tinggal diam? Ketika aku mendapat kabar bahwa rezim Pakistan membunuh ratusan muslimah di Lal Masjid (Masjid merah).
Ibu..Allah Subhanu wa Ta’ala berfirman:
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (Al Qur’an 2:114).
Ratusan saudari kita dibunuh dan ummat ini tetap diam!. Ibu..bagaimana aku bisa tinggal diam? Ketika komunis di Chechnya merenggut hijab dari kepala saudari-saudari kita!.
Ibu ...bagaimana aku bisa tinggal diam? Pergi bekerja, belajar, makan dan minum dengan enak, membeli pakaian baru? Sementara saudara-saudari kita di Nigeria berbuka puasa Ramadhan dengan daun-daun dari pohon. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda bahwa seorang wanita dimasukkan ke neraka karena ia mengikat seekor kucing dan tidak memberinya makan”
Ibu..bagaimana aku bisa tinggal diam? Ketika orang-orang kafir menginjak-injak Al Qur’an dan menghina Islam!. Ibu..bagaimana aku bisa tinggal diam? Ketika Nabi kita tercinta ‘alaihi sholatu wa salam dihina. Ibu..bagaimana aku bisa tinggal diam? Ketika mereka (kafirin) menaruh simbol salib di atas masjid? Ibu..bagaimana aku bisa tinggal diam? Tolong beritahu aku.
Di seluruh dunia, tidak ada negara yang menerapkan hukum-hukum Allah, hukum dari yang Maha Mengetahui, Maha bijaksana. Sekarang di sini (di tanah para syuhada), ada hukum yang diberlakukan dengan hukum Tuhan semesta alam.
Orang-orang muslim diatur tetapi mereka tidak memerintah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia” (Al Qur’an 12:40) Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: “Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya? (Al Qur’an 95:8)
Para Thaghut/para penguasa murtad di negara-negara sekuler mengambil musuh-musuh Islam sebagai teman-teman setia mereka dan sekutu-sekutu mereka dan mengubah hukum Allah dengan hukum-hukum buatan orang kafir. Mereka menyatakan yang halal menjadi haram dan yang haram menjadi halal. Alkohol (minuman keras), club malam, perzinahan, dsb. Mereka memerintahkan kemungkaran dan melarang kebaikan. Para munafiqun melawan Islam dan ummat muslim tidak menyadarinya!
Ibuku yang terhormat, bagaimana aku bisa tinggal diam, disaat Jihad telah menjadi Fardhul ‘ayn, dimana Jihad adalah kewajiban. Ibu..jika aku tetap diam, bukan hanya pengabaian terhadap Islam, dan situasi kaum muslimin, tetapi lebih dari itu (pada hakikatnya) pengabaian terhadap hari akhir (kiamat), ketika Allah akan menanyaiku apa yang aku telah lakukan disaat melihat situasi saudara-saudariku dan apa yang telah aku lakukan disaat orang-orang Yahudi mengambil alih kiblat pertama Sholat ummat Muslim (Al Aqsa), maka dari itu aku pergi (berjihad), bertawakkal kepada Allah, untuk mempersiapkan diriku dengan amal-amal shalih untuk memberi jawaban kepada Allah. Demi Allah..aku tidak akan tinggal diam ketika ummat ini memanggilku dengan mengucapkan firman Allah,
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!”. (Al Qur’an 4:75)
Ibu..aku berpisah darimu untuk sementara waktu dan waktu akan berlalu, tempat bertemu kita di Surga nanti (insya Allah), yang lebarnya seluas langit dan bumi, yang belum pernah dilihat oleh mata, dan belum pernah didengar oleh oleh telinga, dan tidak dapat dibayangkan oleh angan, misik, za fa ran, mutiara, permata, sungai madu, susu, dan anggur, buah-buahan yang enak rasanya, kesenangan selamanya. Ibu, di salah satu istanaku, aku akan mengunjungimu insya Allah dan mengetuk pintumu, sebuah perkumpulan kembali di tempat yang jauh lebih baik dari dunia ini, kehidupan tanpa dukacita, kehidupan tanpa akhir, segalah puji bagi Allah.
“mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah Sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (Al Qur’an 3:136)
Ibu..hidup di dunia ini, hanya sementara dan hina, hina bagi siapa saja yang puas akannya. “ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al Qur’an 57:20)
Tempat kita sebenarnya adalah akhirat, di tempat keabadian. Hidup di dunia ini hanyalah ilusi.“Hai manusia, Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (Al Qur’an 35:5)
Ibu..janganlah khawatir akan perpisahan kita, bersedihlah akan situasi saudarai-saudari kita, bersedihlah akan anak-anak yatim-piatu dan para janda, bersedihlah akan Al Aqsa. Ibu, jangan khawatir tentangku, jika engkau hendak khawatir tentangku, maka hanya untuk satu alasan: Apkah aku akan masuk surga atau neraka.
Seperti Ummu Rubayyi’ ibunda Haritsah bin Suraqah radiallahu ‘anhu yang telah syahid pada saat perang Badr. Ia datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dalam keadaan menangis dan berkata, “Ya Rasulullah beritahu aku keadaan Haritsah, dimana ia? jika ia berada di Surga, aku akan bersabar atas kehilangannya, jika ia tidak disana, aku akan meratapinya,” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Wahai ibu Haritsah, di surga terdapat taman yang banyak dan putramu berada di Al-Firdaus Al-A’la (surga tertinggi)”. HR. Buhkari
Ibu, dan semua ibu yang anak-anaknya berada di jalan kebenaran, di jalan yang akan membawa kembali kejayaan Islam dan kaum muslimin, berbanggalah, dan kepada para ayah terhormat, para orangtua yang terhormat (yang menganggap jalan jihad adalah salah), jika kalian berpikir jalan kami salah, bahwa kami telah mempermalukan kalian, bahwa kami telah menyakiti kalian, bahwa kami telah menghancurkan keluarga, bahwa kami (dalam pandangan kalian) hijrah dan jihad kami adalah sebuah bencana, aku harus memberitahu kalian, “Jangan menyalahkan kami!”
Salahkanlah diri kalian sendiri, pemikiran-pemikiran tersebut datang karena kalian jauh dari Agama Allah walillahil hamd, dan tidak menigkuti sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Ada beberapa alasan mengapa kalian jauh dari dien ini, salah satunya adalah karena kalian tinggal di negara-negara kafir, orang-orang yang sepenuhnya jauh dari Agama Allah dan kalian hidup dibawah pengaruh pemerintahan Tahghut, yang menganggap diri Islam tetapi tidak hidup dengan Islam yang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam telah bawa kepada seluruh ummat manusia. Para orangtua yang terhormat, kalian berkata bahwa kami telah dicuci otaknya, Subhalallah!
Para orangtua yang terhormat, lihatlah hidup kalian: apa yang kalian tonton? Apa yang kalian baca? Siapa teman-teman kalian, tetangga-tetangga dan dengan apa-apa yang membuat kalian sibuk untuk menggapai cita-cita kalian. Lihatlah hidup kalian dan bandingkan dengan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, dan kemudian tanyakan kembali kepada diri-diri kalian, siapa yang sebeneranya telah dicuci otaknya?!. Para orangtua yang terhormat, periksalah keimanan kalian dengan ujian ini dan mendekatlah kepada Allah. “janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Al Qur’an 3:139)
Teruntuk ibu, dan para ibu yang terhormat, dari Timur hingga Barat di dunia ini, apakah kalian mengetahui kisah tentang Ummu Ibrahim seorang yang berbudi luhur? Jadi bukalah hati kalian sebelum membuka telinga kalian. Ummu Ibrahim Al Hashimiyah, seorang hamba yang berbudi luhur dari Basra. Ketika itu musuh-musuh Islam menyerang kota-kota kaum muslimin, para musuh berbaris (siap menyerang), maka dikumandangkanlah “Hayya ‘ala al jihad!” (Marilah kita berjihad).
Kaum muslimin mendukung dan bergabung untuk jihad, seorang ulama dan mujahid Abdul Ibn Zaid Al-Basri, menyampaikan Khutbah untuk menyemangati jihad, seperti yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Abdul Wahid berkhotbah di jalan-jalan dan Ummu Ibrahim berada disana, Abdul Wahid yang juga dipanggil (Ab Ubayd), mengingatkan ummat akan kewajiban mereka dan akan besarnya pahala bagi orang-orang yang berjihad, dan ia menggambarkan sosok bidadari yang digambarkan dalam Al Qu’an dan As Sunnah dan kemudian membuat syair tentang mereka.
Ummat muslim terkagum-kagum dan memandang satu sama lain, mereka bangkit dan bergairah di dalam hati-hati mereka, Ummu Ibrahim berdiri dan mendatangi Abu Ubayd dna berkata, “Wahai Abu Ubayd, Wahai Abu Ubayd, engkau tahu anakku Ibrahim? Para pria terhormat di Bassra menawarkan putri-putri mereka, tetapi aku pikir Ibrahim terlalu baik untuk mereka, tetapi demi Allah, aku menyukai gadis yang engkau gambarkan, aku akan sangat bahagia untuk menikahakannya dengan anakku, wahai Abu Ubayd kumohon gambarkan lagi tentangnya”, Abu Ubayd membacakan sebuah syair, dan ummat terkagum-kagum.
Ummu Ibrahim berdiri kembali dan mendatangi Abu Ubayd, “Wahai Abu Ubayd, demi Allah aku sepenuhnya yakin dengan gadis tersebut, aku ingin ia menjadi pengantin untuknya (Ibrahim), aku mohon kepadamu Abu Ubayd, biarkan anakku menikahinya, aku memiliki 10.000 dinar dirumah dan akan mengambilnya sebagai mahar, dan meneyrahkan Ibrahim bersamamu dalam Jihad, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkaruniakan kesyahidan, dan semoga menjadi syafa’at bagi ku dan ayahnya di hari kiamat”, Abu Ubayd berkata, “wahai Ummu Ibrahim, jika engkau berkeinginan demikian, itu akan menjadi keberhasilan agung untukmu, ibrahim dan ayahnya, demi Allah itu adalah keberhasilan yang agung”.
Kemudian, Ummu Ibrahim memanggil anaknya dari kerumunan ummat, Ibrahim mengatakan, “Labbayk ya Umma (aku disini wahai ibu)”. Ummu Ibrahim bertanya kepada Ibrahim, “anakku, apakah engkau senang untuk menikahi gadis itu (bidadari)? Dengan syarat engkau korbankan jiwamu dalam jihad?”, Ibrahim menjawab, “demi Allah, aku akan sangat senang”. Ummu Ibrahim berdo’a kepada Allah, “Ya Allah, engakulah saksiku, bahwa aku menikahkan anakku dengan gadis itu (bidadari), jika ia korbankan jiwanya dalam jihad dan tak pernah kembali, maka terimalah ia Ya Rahman Ar rahiim”. Setelah berdo’a, kemudian ia bergegas pulang ke rumahnya dan kembali dengan 10.000 dinar, ia membelikan Ibarahim seekor kuda baru dan sebuah senjata yang bagus. Masha Allah!
Wahai ibu, lihatlah wanita ini dan perannya. Lihatlah peran pentingnya yang seorang muslimah dapat lakukan.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.” (Al Qur’an 9:111)
Ummu Ibrahim datang untuk mengucapkan selamat tinggal kepada anaknya, “anakku aku memperingatkanmu, anakku aku memperingatkanmu, jangan lalai dan berikan yang terbaik di dalam pertempuran”, ia memberi Ibrahim kain kafan dan mencium keningnya dan berkata, “wahai anakku, semoga Allah tidak akan mempersatukan kita kecuali diantara tangannya Jalla Fi Ula di hari kiamat”.
Para mujahidin memulai barisan jihad mereka. Kemudian Abdul Wahid mengabarkan, “kami telah mencapai wilayah musuh dan menhadapi mereka dan Ibrahim berada di barisan terdepan, ia bertawakkal kepada Allah, menunggu dua hadiah, KEMENANGAN ATAU KESYAHIDAN!, ia menyerang para musuh dan membunuh banyak dari mereka, ia adalah duri bagi daging-daging para musuh”, itu merupakan keinginan terakhir ibunya (semoga Allah tidak akan mempersatukan kita kecuali diantara tangannya Jalla Fi Ula di hari kiamat), itu adalah buah dari upaya kebajikan ibunya. Ibrahim naik dan turun merusak musuh. Musuh melihat keberanian anak muda ini, mereka merasa harus mengambil tindakan karena kewalahan dengan Ibrahim dan mereka membunuhnya. Ibrahim, meninggal sebagai syahid!.
Abdul Wahid mengabarkan, “kami kembali ke Basra”, ummat menyambut pasukan mujahidin dan diantara mereka ada Ummu Ibrahim, ia berkata, “wahai Abu Ubayd, jika Allah menerima hadiahku, maka berikan selamat kepadaku, jika tidak, kasihinilah aku”. Abdul Wahid berkata, “Bushra, Bushra, demi Allah!, Allah menerima hadiahmu dan Ibrahim tetap hidup, Ibrahim diantara para syuhada”.
“mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah Sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (Al Qur’an 3:169)
Kemudian, Ummu Ibrahim bersujud untuk bersyukur kepada Allah dan mengatakan “Alhamdulillah”. Di hari berikutnya ia mendatangi masjid dan berkata, “Bushra, Bushra, wahai Abu Ubayd!, aku melihat anakku di dalam mimpi kemarin malam, ia berada di taman yang hijau dengan menara hijau, bersandar pada kasur yang terbuat dari mutiara putih, dengan mahkota di kepalanya, ia berkata kepadaku, “mahar telah diterima dan kami merayakan pernikahan”.
Ibu..tetaplah tabah, anakmu berada di jalan jihad. Ibu..disini para musuh telah datang, musuhmu dan musuhku, 50 bangsa menyerang tanah ini, dan bersama mujahidin aku mengangkat senjataku melawan mereka, dan kami berharap kepada Allah untuk membiarkan kami menjadi duri di dalam daging-daging para penindas, mereka akan menemukan kami keras (terhadap mereka) selama darah masih mengalir di urat-urat nadi.
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (Al Qur’an 48:29)
Ibuku sayang..seperti janji Ibrahim kepada ibunya, aku berjanji kepadamu bahwa aku akan memberikan yang terbaik tanpa kelalaian (insya Allah), tujuan kami telah dipahami oleh para sahabat dan musuh-musuh kita. Ibuku tercinta, terhormat dan ibuku yang paling berharga, janganlah bersedih dan tetaplah angkat kepalamu (tabah), berbahagialah, kita hidup hampir di masa keemasan, dimana Allah Jalla Fi Ula, akan memenangkan kembali agamanya.
Ibuku sayang, jantung hatiku, maafkan aku, kelalaianku dan kesalahan-kesalahanku, berdo’alah untukku dan untuk ummat ini. Jantung hatiku, pada perpisahan ini, aku ucapkan wa as salamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. Do’a terakhir kami adalah Alhamdulillahi Robil ‘alamiin.
Abu Ibraheem
Semoga Allah memberkahinya dan mengkaruniakan kesyahidan kepadanya dan kepada seluruh mujahidin fisabilillah, Aamiin.
Ibu..bangga dan berbahagialah…anakmu seorang mujahid!

Kamis, 22 Desember 2011

Imarah Islam Afghanistan: Palang Merah "tubuh Taliban tidak membusuk!"


Komite Palang Merah Amerika telah mengeluarkan laporan dalam laman web-nya mengenai mayat-mayat (syuhada) Taliban dibandingkan mayat pasukan asing. Komite tersebut yang memiliki tugas mengambil dan mengubur mayat di provinsi Mazar Sharif Afghanistan, menunjukkan keheranannya mengapa tubuh mayat Taliban tidak rusak maupun mengeluarkan bau busuk?! Laporan tersebut mengatakan bahwa investigator awalnya mengira bahwa karena cuaca dinginlah adanya fenomena itu, hanya saja teori tersebut hancur berkeping-keping karena tubuh pasukan dari sekutu utara yang tergeletak di area yang sama telah rusak dan mengeluarkan bau yang menjijikkan.Laporan tersebut terus menyatakan bahwa mereka ingin melakukan penelitian tentang makanan yang dimakan oleh pejuang Taliban! Para peneliti juga ingin mencari tahu apakah adanya korelasi antara makanan dan darah karena darahnya beberapa Taliban tetap hangat walau setelah kematiannya!(Sumber: Al-Misryoon, Ana Muslim dan beberapa website lainnya)
Adalah hadiah dari Allah SWT apabila musuh mengakui didepan teman-temannya mengenai mukjizat yang ditunjukkan melalui syuhada Taliban karena pembantaian pasukan salib. Harus dikemukakan bahwa jika semua peneliti maupun ilmuan biologi di planet ini mau bergabung dan meneliti seumur hidupnya, mereka tidak akan pernah menemukan jawabannya terhadap kasus yang membingungkan ini. Tanpa kita ketahui, bisa jadi mereka malah mencoba untuk menemukan tubuh Ibrahim AS yang penuh berkah dan mempelajari struktur biologinya sehingga mereka bisa membuat baju anti api untuk para prajuritnya.
Teringat pidato dari ulama terkenal (Ustaz Yasir) pada saat pemakaman komandan terbaik dari Emirat Islam, Syahid Mullah Abdul Manaan Ahmad rahimullah: “Di sini saya akan memberikan sedikit contoh yang dapat dimengerti semua orang dan tidak ada yang bisa mengingkari tentang kenapa Taliban adalah di sisi yang benar dan rezim Kabul di sisi yang bathil; Kenapa mayat kami tidak rusak dan mengeluarkan bau busuk sedangkan mayatnya oposisi kami membusuk dan baunya sangat menyengat?!”
Berhubung aroma dari syahid Mullah Abdul Manaan terus-terusan semerbak, ustad yang disegani itupun menambahkan:”Saya tantang semua orang untuk datang! Mari ambil satu mayat dari sisi kami dan satu dari sisi musuh yang terbunuh pada saat bersamaan dan oleh senjata yang sama. Kita akan meninggalkan mereka dalam kondisi fisik dan kimia yang sama. Lalu mari kita perhatikan, bahwa mayat dari sisi kami mewangi seperti misik dan tampa lebih indah dan mayat lainnya menggembung dan mulai rusak dan baunya busuk! Sekarang biarkan spesialis dunia dalam bidang sains dan kimia menginvestigasi dan temukan alasannya”
Kita juga jangan lupakan salah satu factor desersi dalam pasukan Kabul adalah karena mukjizat yang ditunjukkan melalui para syuhada Taliban. Satu kelompok prajurit ANA di provinsi Nangarhar, distrik Ghani Khel yang meninggalkan tugasnya memberitahukan alas an dari desersi mereka yaitu: “Satu ketika kita bertarung hadap-hadapan dengan Taliban di provinsi Kandahar,  Taliban mundur sedangkan mayat dari sisi kami dan mereka tergeletak di medan perang. Lalu kami diperintahkan untuk berdiam di area tersebut pada malam hari. 
Waktu pun berlalu, mayat kami mulai rusak dan mengeluarkan bau sangat menyengat yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Di sisi lain, mayat Taliban mulai mengeluarkan bau yang asing tapi harum dan indah. Saat itu juga, teman-teman kami meninggalkan mayat temannya dan duduk disebelah mayat syuhada Taliban”. 
Prajurit itu menambahkan: “Jadi pada pagi harinya, aku dan teman2ku packing barang-barang pribadi kami dan meninggalkan semuanya, padahal tinggal dua atau tiga hari lagi mendapatkan gaji dan pulang!!”
Satu buku tentang mukjizat yang ditunjukkan melalui syuhada dalam jihad melawan soviet telah dirangkum oleh ulama syahid terkenal Syekh Abdullah Azzam rahimullah dalam sebuah judul “Ayat ar Rahmaan fi Jihad al Afghan” yang dalamnya ratusan insiden telah disampaikan. Jadi semoga Allah memberikan ulama zaman ini keteguhan untuk menyisingkan lengan bajunya dan menulis tentang mukjizat-mukjizat yang ditampakkan dalam medan perang dan oleh para syuhada dalam jihad saat ini, sehingga manusia dapat membedakan antara kebenaran dan kebathilan dan akhirnya akan bergabung dengan kebenaran.
AKhir kata, saya memohon dengan sangat kepada seluruh pembaca agar dengan ikhlas mendoakan saya untuk dapat melaksanakan jihad dan pada akhirnya mendapatkan karunia sebagai syuhada, sebuah status yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan diimpikan oleh beliau.
Imarah Islam Afghanistan

Selasa, 20 Desember 2011

Ketika murid menelikung sang Guru

Seringkali pendapat seorang profesor dianggap “selalu benar” padahal tidak selamanya demikian. Contoh : tulisan Prof Syafii Ma’arif yang dimuat di Republika, Rubrik Resonansi, hal.12, tanggal 21 Nopember 2006. Ketika itu Syafii Ma’arif mencoba menafsirkan Qs.Al-Baqarah : 62, dengan memberi kesan bahwa Al-Quran mengesahkan semua penganut agama : Nasrani, Yahudi dan Sabi’in akan menjadi penghuni surga, hanya dengan berbuat kebajikan. Hal itu ditempuh dengan mengutip tafsir Al-Azhar karya mufassir yang mulia Prof. DR. Hamka. Padahal isi tafsir Prof.DR. Hamka tidak demikian. Karenanya saya mencoba meluruskan pendapat Syafii Ma’arif agar tidak menyesatkan umat, dengan cara membuat tanggapan atas tulisan tersebut dan mengirimkannya kepada Republika, tetapi sayangnya sampai hari ini Republika seakan-akan enggan memuatnya. Sehingga tanggapan tersebut saya lepaskan kepada pembaca melalui jalur internet. Semoga upaya ini menjadi ibadah bagi saya.
Bekasi, 27 Nopember 2006
Hajjah Irena Handono
———— ——— ——— ——— ——— ——— ——— ——— ——— ———
KETIKA MURID MENELIKUNG SANG GURU
Ahmad Syafii Maarif, bekas ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menerima pesan singkat dari jenderal polisi yang bertugas di Poso. Sang jenderal minta Syafii membantunya memahami ayat 62 surat Al-Baqarah. Jenderal itu berharap makna ayat itu akan membantunya mengurai konflik yang terjadi di Poso. (Harian Republika, Selasa 21 November 2006 ). Syafii Maarif merujuk ke kitab gurunya Prof. DR. Hamka yakni Tafsir Al- Azhar. Sayangnya buku tafsir itu dibaca dengan fikiran yang berkabut. Kesimpulannya, hal-hal yang benar dari Hamka tertutup dan memunculkan pemikiran Syafii Maarif sendiri.
Menurut Syafii Maarif, Hamka adalah seorang mufassir yang berani. Saya setuju dan benar sekali. Bahkan beliau sudah menafsirkan ayat-ayat Allah dengan tepat dan gamblang, termasuk surat Al-Baqarah ayat 62 dan Al-Maidah ayat 69 serta Ali Imran ayat 85 yang terkait dengan ayat 62 surat Al- Baqarah.
Tafsir Hamka terhadap surat Al-Baqarah ayat 62: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang yang jadi Yahudi dan Nasrani dan Shabiin, barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian dan beramal yang shaleh, maka untuk mereka adalah ganjaran di sisi Tuhan mereka, dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berduka cita “
Surat Al-Maidah ayat 69: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang Yahudi dan (begitu juga) orang Shabiun, dan Nashara, barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, dan diapun mengamalkan amal yang shaleh, maka tidaklah ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berduka cita.”
Merujuk pada Tafsir Al Azhar. karya Prof.DR Hamka, seharusnya Syafii Maarif bisa menjawab pertanyaan sang jenderal polisi dengan tegas dan benar. Sebab pada buku juz 1 halaman 212, Hamka menyatakan sebagai berikut :
”di dalam ayat ini dikumpulkanlah keempat golongan ini menjadi satu. Bahwa semua mereka tidak merasakan ketakutan dan dukacita asal saja mereka sudi beriman kepada Allah dan Hari Akhirat dan diikuti dengan amal yang saleh. Dan keempat-empat golongan itu lalu beriman kepada Allah dan Hari Akhirat itu akan mendapat ganjaran di sisi Tuhan mereka.”
Jadi, penafsiran Prof DR Hamka, bukan tentang toleransi antar ummat beragama, tapi yang paling pokok adalah keempat golongan itu hendaknya beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Itulah syarat mutlak untuk mendapatkan ganjaran disisi Tuhan mereka. Mestinya penafsiran yang gamblang ini jangan lagi diberi bayang-bayang kabut, karena tidak ada ayat Al Quran yang saling bertentangan, tapi justru saling melengkapi.
Sebaliknya, Syafii Maarif “menjejalkan” fikirannya dengan menggambarkan Hamka (gurunya) sebagai seorang yang rindu akan dunia yang aman untuk didiami oleh siapa saja, mengaku beragama atau tidak, asal saling menghormati dan saling menjaga pendirian masing-masing Jadi, seolah-olah Hamka menyatakan beragama atau tidak bukan masalah, toh semua agama sama.
Saran saya supaya tidak terkesan menelikung pemikiran Prof. Hamka, hendaknya Syafii Maarif juga mengutip pemikiran beliau pada halaman 214 dan 215 yaitu,
”kerapkali menjadi kemuskilan bagi orang yang membaca ayat ini, karena disebut yang pertama sekali ialah orang-orang yang beriman, kemudiannya baru disusul oleh Yahudi, Nashrani dan Shabiin. Setelah itu disebutkan bahwa semuanya akan diberikan ganjaran oleh Tuhan apabila mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, lalu beramal yang saleh. Mengapa orang yang beriman disyaratkan beriman lagi ?”
Lebih jauh Hamka berpendapat, “setengah ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud disini barulah iman pengakuan saja. Misalnya mereka sudah mengucapkan dua kalimah syahadat, mereka telah mengaku dengan mulut, bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad utusan Allah. Tetapi pengakuan tadi baru pengakuan saja,belum diikuti oleh amalan, belum mengerjakan rukun Islam yang lima perkara, maka iman mereka itu masih sama saja dengan iman Yahudi, Nashrani dan Shabiin. Apakah lagi orang Islam peta bumi saja atau Islam turunan, maka Islam yang semacam itu masih sama saja dengan Yahudi, Nashrani dan Shabiin. Barulah keempat itu terkumpul menjadi satu, apabila semuanya memperbaharui iman, kembali kapada Allah dan Hari Akhirat, serta mengikutinya dengan perbuatan dan pelaksanaan.”
Itulah syarat mutlak sehingga keempat golongan itu menjadi satu dan padu yaitu beriman kepada Allah, Hari Akhir dan beramal shaleh. Adapun yang tidak dikutip oleh Syafii Maarif sehingga pemikirannya berkabut adalah kalimat Prof. Hamka pada halaman 215 yaitu, “Apabila telah bersatu mencari kebenaran dan kepercayaan, maka pemeluk segala agama itu akhir kelaknya pasti bertemu pada satu titik kebenaran.”
Ciri yang khas dari titik kebenaran itu adalah menyerah diri dengan penuh keikhlasan kepada Allah yang SATU ; itulah Tauhid, itulah Ikhlas, dan itulah Islam ! Maka dengan demikian orang yang telah memeluk Islam sendiripun hendaklah menjadi Islam yang sebenarnya. Inilah sebenarnya pemikiran Islami dari Prof. DR. Hamka yang ditelikung oleh Syafii Maarif, sang murid.
Di sisi lain, pernahkah terfikirkan oleh Syafii Maarif bahwa keyakinan Kristiani menyatakan Allah dalam Al Quran bukan Tuhan dalam Bible (Lihat buku .The Islamic Invasion, karya Robert Morey, edisi Bahasa Indonesia, Halaman 62, yang isinya sebagai berikut: “Ketika kita bandingkan sifat-sifat Tuhan Al Kitab (Bible) dengan sifat-sifat Tuhannya Al Quran, muncul dengan jelas, bahwa keduanya bukanlah dari Tuhan yang sama!” Bahkan pada halaman yang sama tertulis bahwa : ”Latar belakang sejarah mengenai asal-usul dan makna kata Arab “Allah” bukanlah Tuhan yang menjadi sesembahan orang Yahudi dan orang Kristen. Allah hanyalah suatu berhala Dewa Bulan bangsa Arab yang dimodifikasi dan ditingkatkan maknanya.”
Pada halaman yang sama Robert Morey mengutip pendapat Doktor Samuel Schlorff, yang menyatakan dalam tulisannya mengenai perbedaan mendasar antara Allah dalam Al Quran dan Tuhan dalam Al Kitab (Bible) sebagai berikut :
”Saya percaya bahwa kunci masalahnya adalah pertanyaan mengenai hakekat Tuhan dan bagaimana Tuhan berhubungan dengan ciptaannya ; Islam dan Kristen, meskipun mempunyai kesamaan secara formal, sesungguhnya sangat jauh berbeda dalam masalah tersebut.”
Nah marilah kita merenung kembali, samakah semua agama, samakah semua kitab suci ? Dan seharusnya Syafii Maarif meyakini bahwa : ”satu-satunya agama di sisi Allah adalah Islam.”
Bekasi, Rabu 22 Nopember 2006
Ahmad Syafii Maarif
Republika, Selasa, 21 Nopember 2006
http://www.republik a.co.id/kolom_ detail.asp? id=272485& kat_id=19

Minggu, 18 Desember 2011

Aku seorang munafik?!?!!

Dengarkanlah, aku sedang bertanya, dengan sangat jujur, kepada hatiku, apakah aku seorang munafik?
Aku mengakui Allah sebagai tuhanku, tapi entah sudah berapa banyak hal dan makhluk yang aku tempatkan sejajar denganNya bahkan lebih, dihatiku.
Aku mengaku muslim, namun lihatlah perhitungan rinci yang pasti aku kemukakan di depan, ketika telah sampai waktunya aku harus mengerjakan kewajibanku sebagai muslim. Bahkan sebenarnya aku adalah sudah lebih dari tahu dan sadar bahwa aturan Allah telah jelas tentang segala sesuatu dalam hidup. Namun, entah kenapa aku tetap dengan berat hati menanggalkan semua. Apalagi lah, jika bukan karena aku tak mau rugi dalam urusan dunia. Ketakutan dan kemalasan seketika menyelubungi kepala dan menjalar ke hatiku yang akhirnya akupun menghentikan arus kebaikan itu untuk menemani hari- hari itu.
Aku mengaku muslim, namun laku, tindakan, dan tutur kataku tak lebih dari menghujat, memecah belah dan merusak citra islam dan harga diriku dan saudaraku sendiri. Dan ... ajaibnya, aku tetap menganggap hal itu sebagai sebuah kebanggaan dan atau prestasi dari diriku yang akan mungkin membuahkan pahala dimata Allah. Ya robb, sudah tidak waraskah aku?
Aku mengaku muslim, namun aku tak pernah berbangga dengan identitasku ini, dan malah menghujat sesamaku yang telah mendapat rahmat Allah untuk dapat menerapkan aturan islam lebih baik dan lebih nyata dari pada aku. Entah pikiran setan apa yang menggelayuti hatiku, dan lihatlah malah kesombongan dan caci maki atas mereka yang selalu aku berikan tanpa henti.
Aku mengajarkan kebaikan namun saking sibuknya diriku dengan sebuah pengajaran, aku lupa mengajari diriku untuk mempraktekkan kebaikan itu dalam kehidupanku sendiri. 
Tidak ada yang tahu memang, ataupun tidak ada yang repot dengan mencampuri urusan hidupku, namun ternyata hatiku sendiri yang berprotes kepadaku dan betapapun aku mencoba lari darinya, aku tetap tidak bisa.
Aku mengakui sebuah kebaikan dan manfaat dari kejujuran. Namun diam- diam aku mengkhianati hati nuraniku dengan berbuat curang pada Allah, diriku sendiri, kepada sesamaku. Aku menyangka Allah pun hanya diam dan tanpa akan menyeruakkan aibku ini, karena ini adalah rahasiaku dengan Nya. Selanjutnya dengan bangga dan penuh kamuflase atas sebuah julukan orang alim dan jujur, aku berjalan di muka bumi, dengan tetap tenang.
Manusia lain menggelariku orang yang amanah dalam menjaga dan memenuhi titipan mereka kepadaku. Namun dibelakang mereka, amanah itu aku selewengkan dengan alasan kebutuhan dan selera duniaku. 
Dan jika akhirnya mereka mengetahui hal itu, maka dengarlah untaian kata- kata indah yang dengan keahlian dan kepandaianku aku rangkai dengan berbagai cara. Apalagi lah tujuannya selain agar mereka tetap mengenaliku sebagai yang terbaik.
Lihatlah betapa mulutku memang benar- benar mengekspresikan isi hatiku. Isi hati yang aku tuntun untuk menjadi munafik, namun ternyata aku tidak sekuat itu untuk memaksanya. Suara bisikan kebaikan dari Allah lewat hati nuraniku, tetap begitu kuatnya sehingga membentuk sebuah pertentangan batin yang tidak sanggup aku kuasai permainannya.
Apakah aku seorang munafik?
MasyaAllah, ternyata aku seorang munafik. Betapa banyak manusia yang menilaiku baik, namun itu sama sekali tidak mengurangi teriakan batinku yang memaki diriku karena aku sebenarnya adalah seorang munafik. Hatiku protes karena aku telah mencurangi Allah walaupun hanya dia sendiri yang mengetahuinya. Aku ternyata tidak bisa lari sama sekali dari umpatan hati nuraniku yang pasti akan jujur tentang adanya aku.
Ya robb, ampunilah hambamu yang sombong ini, yang telah berbangga hati dengan dinilai baik dan berusaha agar dinilai baik dihadapan manusia, namun sebenarnya rendah di hadapanMu. Sanggupkah hamba ketika "video" keburukanku itu nanti akhirnya akan diputar kembali dan di pergelarkan pada semua makhlukmu diakherat nanti? Sanggupkah hamba saat nanti tiada lagi ampunan darimu dan rahmat untuk hamba, untuk tertutupnya dengan rapi semua aib dan kekurangan hamba?
Ya Allah, semakin manusia menilai baik terhadap hamba, sebenarnya semakin dalam sakit yang hamba rasakan. 
Sakit lantaran semakin keras pula teriakan hati nurani hamba yang mengatakan bahwa hamba adalah seorang MUNAFIK, yang hanya pandai memoles jati diri dengan sejuta kebohongan, kecurangan dan dan topeng demi terlihat sempurna dihadapan manusia.
Ya Allah, ampunilah hamba... Ampunilah hambamu yang hina ini...
(Syahidah/voa-islam.com)