Setiap doa akan didengar, tiap doa akan dikabulkan, bersyukurlah

Bersabar bukanlah sifat melainkan keputusan karena aku hanyalah seorang hamba...

Jumat, 09 September 2011

Para Relijius yang Egois


Ketika sejumlah orang diperintahkan untuk bersaksi dan menyatakan bahwa tiada tuhan selain Allah oleh Nabi Muhammad (Sang Utusan) sebagian besar melakukan itu. Dalam perintah baru tersebut terkandung juga sejumlah perintah lain, beribadah sholat 5 waktu dalam sehari. Sedikit agak susah bagi orang yang malas, tetapi sebagian orang melakukan hal tersebut tanpa rasa malas dan tepat waktu. Pada saat bulan Ramadhan diperintahkan oleh Sang Nabi, sebagian melakukan
perintah itu berlpar-lapar dan dahaga demi menunaikan perintah puasa itu. Ketika diperintahkan berzakat, sebagian melakukan perintah itu bagi yang mampu dan sebagian menjadi penerima zakat. Ketika bulan haji datang, perintah pokok untuk melaksanakan ibadah haji juga mampu dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan yang cukup untuk melakukannya. Tidak terasa 5 rukun Islam telah dilaksanakan komplit oleh sejumlah orang tertentu yang mengaku Islam, menjalankan perintah agama, menjaga kehidupan dari dosa, sebuah gambaran kehidupan yang ideal dan normatif. Sebagian dari kaum relijius tersebut mampu pelakukan kelima perintah dari sang Nabi dengan tingkat pelaksanaan yang relatif baik.
Melihat lebih ke dalam, ternyata Tuhan juga memberi perintah lain, untuk berperang di jalan-Nya dengan harta dan jiwa. Sebagian kalangan di atas berpendapat, perintah tersebut hanya berlaku ketika di zaman nabi Muhamad hidup dimana pada masa-masa awal kebangkitan Islam di jazirah Arab. Jawaban yang cukup menenangkan banyak pihak. Sebagian lain menjelaskan bahwa jihad tidak hanya dengan senjata, bekerja, belajar juga jihad. Lumayan masuk akal jika dipaksakan, tetapi jihad perang berbeda dengan dengan jihad semacam itu. Mari dilihat sebentar, jihad perang sebenarnya secara umum dibagi menjadi 2 jenis.
Pertama, jihad ofensif - dimana penundukan melalui perang yang dilakukan oleh bangsa muslim terhadap bangsa-bangsa non muslim untuk tegaknya kalimat Allah dengan terlebih dahulu memberikan
sosialisasi kepada pihak lawan. Pilihan yang diberikan cukup simple, masuk Islam, bayar jiyzah (pajak), atau diperangi. Kondisi jihad offensive mengharuskan adanya kekuatan bangsa muslim dalam segala bidang, baik ekonomi, milter, sosial budaya dll, sebenarnya hal ini bisa terjadi jika hukum-hukum yang diberlakukan dalam bangsa muslim tersebut adalah hukum-hukum Tuhan seperti yang terjadi di zaman Nabi Muhammad sehingga melahirkan kekuatan Islam yang handal dan disegani. Tetapi, untuk konteks zaman sekarang mungkin agak sedikit jauh panggang daripada ayam.
Yang Kedua adalah Jihad defensive - perang yang terjadi ketika muslim dalam suatu wilayah diserang oleh kelompok atau negara lain dengan berbagai alasan, mungkin karena kondisi geografis, sumber daya alam dan faktor lainnya. Misalnya pada zaman pendudukan RI oleh Belanda, sebenarnya perlawanan tersebut jika kita cukup sadar bisa dimasukkan dalam konteks jihad defensive. Hal itu mungkin yang menjadikan penundukan wilayah oleh Belanda di beberapa tempat, seperti misalnya Aceh menjadi tidak mudah karena dilatarbelakangi oleh semangat keagamaan yang intens. Hal ini juga kenapa Bung Tomo berteriak Allahu Akbar ketika Surabaya diserang oleh Belanda.
Kembali kepada kelompok relijius di atas, kelompok tersebut banyak didapati di sekita kita, banyak melakukan kebajikan, menjadi panutan masyarakat, jauh dari perbuatan dosa, suka memudahkan orang lain dalam kebaikan, singkatnya Islami sekali. Tetapi, sebagian besar banyak alergi ketika disuguhkan bahwa perintah perang sebenarnya juga didapati dalam Islam, sebagian besar mereka malah ada yang skeptis, tidak berusaha mencari dan menscan ulang tingkat pemahaman mereka. Sedikit ganjil memahami perilaku mereka tersebut, jika dikaitkan dengan pesan Nabi Muhamad bahwa Islam seperti satu tubuh, jika satu sakit, maka lainnya akan merasakan sakit tersebut. Kita lihat contoh kasus di Palestina, dimana sebagian besar orang Islam terzalimi oleh bangsa lain, terlalu jauh bagi kita dan kalangan di sekitar kita untuk berangkat ikut berperang di garis depan. Selama ini yang terjadi pada kelompok yang relijius tersebut adalah hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi MUhamad secara standar sekali sebenarnya. Mereka memang telah melakukan kelima rukun Islam, mereka memang menjaga diri dari dosa, mereka memang menjadi penutan di masyarakat. Tetapi, apakah sebagian besar pernah merasakan penderitaan mereka yang terwujud melalui doa harian mereka untuk saudara mereka yang terzalimi selama sekian lama?. Sebagian dari mereka malah cenderung lebih sibuk dengan diri dan keselamatan dunia akhirat mereka sendiri, mengharap surga bagi mereka dan famili mereka sendiri, tanpa berpikir untuk berdoa bagi para saudara mereka yang mengalami peperangan, penderitaan.  
Bukankan posisi para mujahid calon syuhada adalah lebih baik di depan Tuhan dari para penjaga masjidil haram dan pemberi minuman untuk jemaah haji?
Sekali lagi, terlalu jauh untuk berpikir bahwa kita mungkin akan menjadi syuhada, tertawalah dalam mimpi, karena para syuhada adalah para manusia pilihan dimana ketika berjumpa dengan Tuhannya dengan luka yang mereka dapatkan ketika perang; karena ketika gugur dalam medan perang ternyata mereka tidak mati tetapi bertengger di leher burung hijau; karena ketika semua manusi antri dihisab para syuhada telah antri di pintu surga. Sekarang, baru tahu kan betapa terhormat kedudukan posisi syuhada di depan Allah dibanding dengan ... maaf...jawab sendiri saja oleh kalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar